Minggu, 01 Juni 2014

Sejarah Kerajaan Cirebon Kuno (Indraprahasta)

Peradaban dan kebudayaan Cirebon sesungguhnya sudah berusia 17 abad karena di Cirebon pernah berdiri suatu kerajaan yang tumbuh berbarengan dengan munculnya Tarumanagara. Di lereng gunung Ciremai atau sekarang dikenal sebagai Cirebon Girang, pada tahun 285 Saka atau 363 M, didirikan kerajaan yang diberi nama Indraprahasta oleh Maharesi Santanu. Maharesi Santanu adalah menantu dari Dewawarman VIII raja Salakanagara karena menikahi salah satu putrinya yaitu Dewi Indari sehingga kedudukan Indraprahasta pada saat itu menjadi bawahan dari Salakanagara.
Salakanagara yang beribu kota Rajatapura berlokasi di sekitar Pulasari, Pandeglang ini yang dinisbahkan sebagai 'Argyre' atau kota perak yang terdapat dalam catatan Claudius Ptolomeus, orang Yunani ahli geografi dari Aleksandria. Dalam bukunya, Geographia (tahun 150 Masehi) tercatat; "Di sebelah timur ada Iabadiou yang subur serta menghasilkan emas. Di ujung barat Iabadiou terletak kota Argyre. Iabadiou dapat ditempuh setelah melewati 5 pulau Barousai dan 3 pulau Sabadibai." Yang dimaksud Iabadiou oleh Ptolemeus adalah Yawadiwu (bahasa Parkit) atau Yawadwipa (bahasa Sansekerta). Sedangkan Argyre yang berarti kota perak sama maknanya dengan Rajatapura.
Pendiri kerajaan Indraprahasta, Maharesi Santanu adalah seorang pendeta Syiwa yang asalnya dari kawasan sungai Gangga. Datang ke Jawa Barat sebagai pengungsi dari kerajaan Calankayana untuk menyelamatkan diri dari gempuran pasukan kerajaan Samudra Gupta Maurya yang sedang berperang di India. Sang Maharesi Santanu masih ada hubungan kekeluargaan dengan Sang Prabu Darmawirya Dewawarman VIII sehingga diijinkan mendirikan desa di wilayah Salakanagara.
Maharesi Santanu kemudian mendirikan desa di ujung timur Salakanagara di tepi sungai Cirebon, yang diberi nama desa Indraprahasta. Gunung Cereme yang ada di wilayahnya dinamakan gunung Indrakila. Sungai yang mengalir di desanya dinamakan Gangganadi. Di salah satu bagian aliran sungai Cirebon itu diperluas dan diperdalam sehingga menyerupai telaga yang oleh penduduk Indraprahasta disebut Setu Gangga. Desa Indraprahasta lama-kelamaan mekar menjadi kota sehungga akhirnya menjadi negara.
Maharesi Santanu memerintah di Indraprahasta sebagai raja yang pertama dari tahun 285 - 320 saka atau 363 - 398 M dengan gelar Praburesi Indraswara Salakakretabuwana. Selanjutnya Indraprahasta dipimpin oleh putra sulungnya dari permaisuri Indari yaitu Jayasatyanagara dari tahun 320 - 343 saka atau 398 - 421 M. Pada masa kepemimpinannya, pada tahun 399 M Jayasatyanagara tunduk menyerah pada kekuasaan Sri Maharaja Purnawarman sehingga Indraprahasta menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara. Permaisurinya adalah Ratnamanik putri dari Wisnubumi raja kerajaan Malabar di kaki gunung Malabar (kabupaten Bandung saat ini). Putra Jayasatyanagara yang menjadi raja Indraprahasta ketiga adalah Wiryabanyu yang memerintah dari tahun 343 - 366 saka atau 421 - 444 M. Permaisurinya adalah Nilem Sari putri dari kerajaan Manukrawa (bisa jadi persisnya di tepi sungai Cimanuk, atau mungkin saja yang disebut Pamanukan sekarang ini). Di masa pemerintahannya, Wiryabanyu membantu Wisnuwarman putra dari Purnawarman raja Tarumanagara menumpas pemberontakan Candrawarman pada tahun 437 M sehingga atas keberhasilannya, putri Wiryabanyu yaitu Suklawati diperistri oleh Wisnuwarman dan prajurit-prajurit Indraprahasta dipakai sebagai pasukan bayangkara Tarumanagara. Putra Wiryabanyu yang lain yakni Warna Dewaji melanjutkan kepemimpinannya sebagai raja Indraprahasta keempat sejak tahun 366 - 393 saka atau 444 - 471 M.
Anak Warna Dewaji yang menduduki tahta Indraprahasta kelima adalah Raksahariwangsa yang memerintah mulai tahun 393 - 429 saka atau 471 - 507 M dengan abhiseka Prabu Raksahariwangsa Jayabhuwana. Yang menjadi permaisurinya putri dari raja Sanggarung dan memiliki putri yang bernama Dewi Rasmi. Dewi Rasmi bersuamikan Tirtamanggala putra kedua dari raja Agrabinta. Sepeninggal Raksahariwangsa, pada tahun 429 - 448 saka atau 507 - 526 M yang berkuasa di Indraprahasta adalah Dewi Rasmi bersama suaminya yang bergelar Prabu Tirtamanggala Darmagiriswara. Putranya dua orang yakni Astadewa dan Jayagranagara. Kemudian Astadewa mewarisi tahta Indraprahasta ketujuh sejak tahun 448 - 462 saka atau 526 - 540 M dan berputra Rajaresi Padmayasa.
 Setelah empat belas tahun memerintah, kedudukan Astadewa digantikan oleh adiknya yaitu Jayagranagara sebagai raja Indraprahasta kedelapan yang berkuasa dari tahun 462 - 468 saka atau 540 - 545 M. Hanya lima tahun berkuasa, tahta turun ke keponakannya, Rajaresi Padmayasa putra dari Astadewa. Masa pemerintahannya sebagai raja Indraprahasta kesembilan berlangsung cukup lama, sejak tahun 468 - 512 saka atau 545 - 589 M dan berputrakan Andabuwana. Andabuwana juga berkuasa cukup lama, menggantikan posisi ayahnya menjadi raja Indraprahasta kesepuluh semenjak tahun 512 - 558 saka atau 589 - 635 M. Tahta Indraprahasta kesebelas turun ke putranya yang bernama Wisnumurti mulai tahun 558 - 583 saka atau 635 - 660 M.
Putrinya Wisnumurti yang bernama Dewi Ganggasari diperistri oleh Linggawarman, raja Tarumanagara yang keduabelas. Sedangkan putranya, saudara Dewi Ganggasari yang bernama Tunggulnagara diangkat sebagai penerus Wisnumurti untuk menduduki jabatan raja Indraprahasta keduabelas sejak tahun 583 - 629 saka atau 660 - 706 M. Putranya, dengan gelar Resiguru Padmahariwangsa menjadi raja Indraprahasta ketigabelas menggantikan kedudukan Tunggulnagara mulai tahun 629 - 641 saka atau 706 - 718 M. Anak-anak Padmahariwangsa yaitu, Citrakirana yang diperistri oleh Purbasora, lalu Wiratara yang meneruskan tahta Indraprahasta dan Ganggakirana yang suaminya menjadi Adipati Kusala dari kerajaan Wanagiri bawahan Indraprahasta.
Raja Indraprahasta keempatbelas dan yang terakhir adalah Wiratara yang bergelar Prabu Wiratara dan memerintah dari tahun 641 - 645 saka atau 718 - 723 M. Prabu Wirataralah yang membantu dan mensponsori Purbasora untuk merebut kekuasaan Galuh dari Prabu Sena. Sehingga pada tahun 645 saka atau 723 masehi, Sanjaya pendiri kerajaan Mataram Kuno putra dari Prabu Sena yang beribukan Sannaha menuntut balas atas kematian ayahnya. Setelah Galuh diobrak-abrik dan ditaklukan, Sanjaya memutuskan untuk menumpas juga para pendukung Purbasora terutama Indraprahasta. Pada tahun ini Indraprahasta diserbu oleh Sanjaya sehingga Indraprahasta yang didirikan sejak jaman Tarumanagara akhirnya diratakan dengan tanah seolah tidak pernah ada kerajaan di Cirebon Girang. " Indraprahasta sirna ing bhumi."
Prabu Wiratara, raja Indraprahasta keempat-belas gugur di medan perang, keluarganya tewas binasa semua. Kerajaan warisan Sang Maharesi Santanu yang didirikan tahun 363 Masehi lenyap. Kedudukannya sebagai Dharmasima (negara mereka yang dilindungi sebagai negeri nenek moyang) telah berakhir. Bekas wilayah Indraprahasta oleh Sanjaya dipasrahkan kepada Adipati Kusala, Raja Wanagiri, menantu Sang Rajaresi Padmahariwangsa, suaminya Ganggakirana. Kerajaan Wanagiri yang menjadi pengganti kerajaan Indraprahasta menjadi bawahan kerajaan Galuh. (Abad ke-15 Masehi, kerajaan Wanagiri menjadi Kerajaan Cirebon Girang).
Kerajaan Indraprahasta didirikan oleh seorang resi dan banyak pula raja-raja penerusnya merangkap sebagai resi atau guru. Begitu pula Kerajaan Cirebon Islam (saya mengikuti metode Ahmad Mansyur Suryanegara untuk membedakan corak suatu kerajaan), didirikan oleh ulama agung sekaligus negarawan besar begitu pun para penggantinya. Jelasnya, Cirebon sejak dahulu kalanya terbentuk oleh iklim religius yang kental dan militan karena prajurit-prajuritnya yang gagah berani dan mahir berperang sering diminta untuk membantu raja-raja lain. Apakah hal ini sebagai salah satu yang menyebabkan orang Cirebon dianggap bukan sebagai orang yang asertif? Orang Cirebon dikenal sebagai satu suku bangsa yang cepat tersinggung dan introvert. Dikenal juga mempunyai kecenderungan ke arah mistik dan asetik......

2 komentar: